PR YAKKUM (PRY), mitra INKLUSI, bersama dengan Australia Awards in Indonesia (AAI), menyelenggarakan sesi informasi pendidikan tinggi pada awal 2024 di Yogyakarta untuk mempromosikan peluang pendidikan tinggi bagi perempuan dan penyandang disabilitas dari latar belakang kurang mampu.
Acara ini memberikan informasi peluang beasiswa yang tersedia saat ini. PRY fokus pada beasiswa untuk program S1 dan Diploma di Indonesia yang mereka tawarkan, sementara AAI memaparkan opsi untuk melanjutkan studi S2 dan S3 di Australia. Kolaborasi ini merupakan bagian dari misi INKLUSI untuk mendukung pendidikan inklusif.
Lia Marpaung, Penasihat Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial di AAI, menekankan pentingnya kegiatan ini. Dia mencatat bahwa bekerja sama dengan PRY membantu mempromosikan program pendidikan yang dapat memberikan dampak nyata dalam kehidupan perempuan dan penyandang disabilitas.
“Kami percaya bahwa menawarkan peluang pendidikan tinggi melalui program AAI dapat secara signifikan meningkatkan kualitas hidup perempuan dan penyandang disabilitas di Indonesia,” kata Lia.
Nina Hendarwati, Manager Kemitraan INKLUSI, menyoroti bahwa persyaratan untuk masuk ke perguruan tinggi seringkali menjadi hambatan bagi penyandang disabilitas untuk melanjutkan pendidikan. Beasiswa PRY untuk program S1 dan Diploma serta beasiswa AAI untuk program pascasarjana membantu mengatasi masalah ini dengan menyediakan jalur khusus menuju pendidikan lanjutan.
“Kolaborasi antara AAI dan PRY di Yogyakarta bertujuan untuk menjembatani kesenjangan ini dan menawarkan solusi praktis. Prinsip ‘tidak ada seorang pun yang tertinggal’ sedang diwujudkan di sini,” jelas Nina.
Rani Hapsari, alumni Australia Awards dan perwakilan dari PRY, berbagi bahwa PRY telah menawarkan beasiswa bagi penyandang disabilitas untuk melanjutkan S1 dan Diploma. Beasiswa ini membantu mengatasi tantangan terkait keuangan, akses informasi, dan akomodasi yang layak.
“Bagi PRY, sesi ini merupakan langkah penting dalam menjangkau peserta dari berbagai daerah dan menyebarkan informasi tentang program beasiswa,” kata Rani.
Diwya Anindyacitta, Manager Inklusi dan Aksesibilitas di AAI, menekankan manfaat dari memanfaatkan jaringan PRY untuk berbagi informasi tentang beasiswa sarjana. Jaringan luas PRY dengan kelompok disabilitas dan komunitas terpinggirkan sejalan dengan tujuan kesetaraan AAI.
“Kerja PRY, terutama dalam kesadaran kesehatan mental, patut diapresiasi dan bisa diintegrasikan ke dalam program Australia Awards,” tambah Diwya.
Mohammad Ismail, alumni Australia Awards dan anggota Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), menunjukkan bahwa penyandang disabilitas seringkali menghadapi pengucilan dalam sistem pendidikan, terutama mereka yang tuli atau memiliki gangguan pendengaran. Ia menekankan perlunya komunikasi yang lebih baik dan pemahaman untuk mengatasi tantangan ini.
Wahyu Triwibowo, lulusan S2 dan advokat untuk komunitas tuli, menyerukan diakhirinya diskriminasi dalam pendidikan tinggi. Ia mendesak para pendidik, profesional medis, dan masyarakat untuk bekerja sama menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.
Melalui inisiatif ini, INKLUSI terus mendukung pendidikan inklusif, membantu perempuan dan penyandang disabilitas mendapatkan sumber daya yang mereka butuhkan untuk melanjutkan pendidikan tinggi dan meningkatkan kualitas hidup mereka.