Di tengah tantangan ekonomi dan sosial, perempuan kepala keluarga di Purwakarta, Jawa Barat menemukan kekuatan melalui Akademi Paradigta. Program pemberdayaan ini diinisiasi oleh Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) didukung oleh Program INKLUSI, telah membawa perubahan positif dalam kehidupan mereka. Dengan bimbingan tiga mentor tangguh, perempuan-perempuan kepala keluarga ini selangkah lebih maju meraih kemandirian ekonomi, meningkatkan taraf hidup, dan berkontribusi lebih besar bagi komunitas mereka.
Akademi Paradigta bukan sekadar pelatihan, namun juga wadah pemberdayaan yang dirancang khusus untuk membantu perempuan kepala keluarga mengatasi kemiskinan dan membangun usaha yang berkelanjutan. Keberhasilan program ini tidak hanya terletak pada semangat para pesertanya, tetapi juga pada peran penting para mentor, yang tak hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga mendorong peserta untuk berkembang dan meraih kesuksesan.
Tiga Srikandi di Balik Akademi Paradigta Purwakarta
Di Purwakarta, sebuah wilayah baru yang dijangkau PEKKA sejak awal 2023 melalui Program INKLUSI, terdapat tiga mentor yang menjadi penggerak perubahan yaitu Astini, Ovi Rosidah, dan Lela Rosilawati. Mereka adalah alumni Akademi Paradigta yang dulu pernah menghadapi tantangan serupa dengan peserta yang mereka bimbing. Kini, sebagai mentor, mereka menggunakan pengalaman mereka untuk membantu para akademia menemukan potensi terbaik dalam diri mereka.
Astini, yang memulai perjalanannya di Akademi Paradigta Karawang pada tahun 2017, kini dikenal sebagai mentor yang selalu memotivasi peserta untuk membawa manfaat bagi lingkungan sekitar. “Bergabung dengan PEKKA memberikan banyak ilmu dan pengalaman berharga,” ungkapnya. “Saya bangga bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman, serta membantu orang lain.” Astini berharap melalui Akademi Paradigta, lebih banyak perempuan yang bisa mandiri secara ekonomi.
Lela Rosilawati telah bersama PEKKA sejak 2014 dan menjadi mentor setelah melalui berbagai pelatihan di Akademi Paradigta. Fokus Lela adalah membimbing peserta untuk menemukan potensi mereka dan mengubah pola pikir mereka agar lebih percaya diri. “Peserta yang sebelumnya kurang percaya diri kini mulai membentuk kelompok usaha bersama dan semangat untuk terus berkembang,” kata Lela.
Ovi Rosidah, yang bergabung dengan PEKKA pada 2013, memiliki pendekatan yang sama. Baginya, menjadi mentor tidak hanya tentang memberikan pengetahuan, tetapi juga membangun hubungan yang kuat dengan para peserta. “Peran kami sebagai mentor adalah membantu peserta berkembang, baik secara pribadi maupun profesional, sehingga mereka dapat memberi dampak positif bagi komunitasnya,” ujarnya.
Program ini telah memberikan dampak positif pada peserta seperti Nina Triana dan Ika Sulastri. Sebelum mengikuti kelas kewirausahaan di Akademi Paradigta, Nina sudah memiliki usaha katering kecil. Berkat bimbingan mentor, kepercayaan dirinya meningkat, dan sekarang Nina mampu mengelola bisnisnya secara lebih terstruktur serta siap memperluas usahanya. “Mentor menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan selalu memberikan dukungan. Ini membuat saya lebih percaya diri,” ujar Nina.
Ika Sulastri, mantan pekerja migran yang kini menjalankan usaha keripik simping, juga merasakan perubahan signifikan. Dengan bimbingan mentor, Ika belajar mengemas produknya dengan lebih menarik dan menggunakan media sosial seperti WhatsApp untuk memperluas jangkauan penjualannya. “Akademi Paradigta mengajarkan saya cara berjualan yang efektif dan teratur. Sekarang, saya lebih yakin bahwa kesuksesan dalam bisnis bergantung pada usaha kita sendiri,” kata Ika.
Tantangan, Dukungan, dan Harapan
Perjalanan Astini, Ovi, dan Lela sebagai mentor tentu tidak tanpa tantangan. Mereka mengungkapkan bahwa salah satu tantangan terbesar adalah menemukan peserta di wilayah baru seperti Purwakarta. Pada awalnya, sosialisasi di lima desa tidak membuahkan hasil, karena belum ada yang tertarik bergabung. Namun, berkat kegigihan mereka dan bantuan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Purwakarta, mereka akhirnya berhasil membuka kelas pertama di Desa Cidahu. Kini, kelas tersebut telah berkembang ke desa-desa lainnya.
Selain itu, jarak tempuh dari Karawang ke Purwakarta menjadi tantangan lain. Ovi mengatakan bahwa menjadi mentor adalah tanggung jawab besar, termasuk harus melakukan perjalanan jauh demi mendampingi akademia yang sudah antusias untuk belajar. Namun, dukungan dari pemerintah desa dan DP3A Purwakarta memberikan semangat tambahan. “Alhamdulillah, support dari Kecamatan dan DP3A Purwakarta selalu mendukung kegiatan kami,” ujar Lela.
Nama “Paradigta” berasal dari bahasa Jawa Kuno, yang berarti perempuan yang berdiri tegar dan kuat. Makna ini sangat tepat menggambarkan semangat perempuan kepala keluarga yang, meskipun menghadapi berbagai tantangan hidup, tetap teguh dan kuat dalam menghadapi situasi sulit. Ketiga mentor berharap Akademi Paradigta akan terus berkembang dan mampu menjangkau lebih banyak perempuan di seluruh Indonesia.
Dengan dukungan Program INKLUSI, Akademi Paradigta memberikan harapan baru bagi perempuan kepala keluarga untuk terbebas dari keterbatasan ekonomi dan sosial. Program ini tidak hanya membawa perubahan pada tingkat individu, tetapi juga menciptakan komunitas yang lebih inklusif, bermartabat, dan penuh harapan akan masa depan yang lebih baik.
“Harapannya, kelas Akademi Paradigta dapat melahirkan banyak perempuan pembaharu, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, maupun lingkungan masyarakat sekitarnya,” tutup Astini dengan optimisme.