Suhartini telah menjadi cahaya bagi perempuan di desanya di Bengkulu. Keberaniannya dalam memperjuangkan hak perempuan berhasil mendorong pemerintah desa untuk mengalokasikan anggaran bagi pendidikan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Tak hanya itu, ia juga menginisiasi pembentukan kelompok belajar dan koperasi simpan pinjam “Harapan Perempuan”, yang membuka peluang bagi perempuan desa untuk mandiri secara ekonomi.
Langkah Suhartini tidak terlepas dari dukungan organisasi Perempuan Sumatera Mampu (PERMAMPU) melalui mitra lokalnya, Cahaya Perempuan, dengan dukungan Program INKLUSI. Melalui Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) yang diinisiasi PERMAMPU, Suhartini mendapatkan ruang untuk berdiskusi, belajar, dan mengasah keterampilan kepemimpinan.
Selain itu, ia mengikuti pelatihan dan pendampingan dalam advokasi kebijakan yang membekalinya dengan pengetahuan dan kepercayaan diri untuk mendorong perubahan di desanya.
Pada tahun 2017, dengan dukungan yang diperolehnya dari pelatihan tersebut, Suhartini berpartisipasi dalam Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdes) dan mengusulkan alokasi anggaran desa untuk penyuluhan HKSR bagi perempuan. Menurutnya, informasi terkait HKSR masih dianggap tabu oleh masyarakat setempat, terutama bagi perempuan. Usulannya diterima, dan pemerintah desa mengalokasikan dana sebesar Rp15.000.000 untuk kegiatan penyuluhan tersebut.
Selain itu, kelompok koperasi simpan pinjam “Harapan Perempuan” yang ia rintis bersama teman-temannya terus berkembang. Awalnya hanya beranggotakan beberapa orang, kini kelompok ini telah memiliki 20 anggota dengan total saham mencapai lebih dari Rp32.000.000. Kelompok ini tidak hanya menjadi wadah untuk meningkatkan kemandirian ekonomi, tetapi juga menjadi jalan masuk bagi perempuan untuk mendapatkan beragam informasi, termasuk tentang HKSR. Melalui diskusi dalam kelompok, para anggota mendapatkan pemahaman lebih luas mengenai hak-hak mereka, termasuk hak kesehatan reproduksi, serta akses ke pinjaman modal usaha, seperti pembelian pupuk bagi petani.
Sebagai anak pertama dari lima bersaudara, sejak kecil Suhartini bekerja sebagai buruh di kebun demi menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SMA. Setelah lulus, ia sempat merantau dan bekerja di Kota Bengkulu selama beberapa tahun sebelum akhirnya kembali ke desanya setelah menikah. Di desa, ia dikenalkan dengan lembaga Cahaya Perempuan dan bergabung dengan FKPAR. Dari sinilah ia menemukan panggilan untuk memberdayakan perempuan di desanya, karena ia ingin teman-temannya juga bisa maju bersama.
Dukungan dari PERMAMPU dan pelatihan yang saya dapatkan membuat saya percaya bahwa setiap perempuan desa memiliki hak untuk didengar dan berkontribusi pada kemajuan bersama, ujar Suhartini.
Kisah Suhartini menjadi bukti bahwa dengan dukungan yang kuat, perempuan dapat mengambil peran aktif dalam pembangunan, menciptakan perubahan, dan membangun kemandirian bagi diri mereka sendiri serta komunitas di sekitarnya.