Untuk memperingati Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia 2025, Migrant CARE menggelar rangkaian kegiatan bertema “Kami Bukan Komoditas” pada 30–31 Juli 2025 di Oesman Effendi Gallery, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Inisiatif ini menjadi ruang reflektif dan kolaboratif bagi masyarakat sipil, pemerintah, komunitas muda, dan publik secara luas untuk memperkuat gerakan perlindungan pekerja serta mendorong sistem migrasi yang aman, adil, dan bermartabat. Kegiatan ini juga selaras dengan kampanye global “Human Trafficking is Organised Crime – End the Exploitation” yang menekankan perlunya aksi kolektif dalam mengakhiri praktik perdagangan orang.
Melalui diskusi, pameran, lokakarya, dan aksi budaya, Migrant CARE mengajak masyarakat untuk memahami kompleksitas isu perdagangan orang sekaligus memperkuat kerja kolektif dalam pencegahannya. Acara ini juga menjadi wadah berbagi pengalaman, memperluas jejaring, dan membangun kesadaran publik yang lebih inklusif.
“Tema Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia 2025 mengingatkan kita bahwa upaya menghapuskan Tindak Pidana Perdagangan Orang orang harus dilakukan secara serius, terorganisir, dan melibatkan semua pemangku kepentingan,” ujar Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant CARE.
Salah satu agenda utama dalam kegiatan ini adalah diskusi publik bertema “Problem, Tantangan, dan Harapan Pencegahan Perdagangan Orang di Indonesia”, yang menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat, Kementerian Luar Negeri, Kepolisian, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.
Diskusi ini membahas efektivitas kebijakan nasional dan kerja sama regional di tingkat ASEAN, serta menyoroti pentingnya sinergi antarlembaga dalam melindungi kelompok rentan dari risiko eksploitasi dan perdagangan orang.
Energi Anak Muda dan Perlawanan Digital
Keterlibatan generasi muda menjadi sorotan penting dalam rangkaian kegiatan ini. Forum interaktif “Yang Muda yang Marah” memberikan ruang bagi komunitas muda dari berbagai latar belakang untuk membahas bentuk-bentuk baru perdagangan orang di era digital, seperti penipuan lowongan kerja dan perekrutan yang eksploitatif.
Diskusi ini mendorong lahirnya gagasan dan aksi dari generasi muda dalam melawan eksploitasi, serta membangun solidaritas berbasis kesadaran kritis di komunitas masing-masing.
Dalam momentum ini pula, Migrant CARE meluncurkan MigrantCAst, kanal podcast terbaru yang dirancang sebagai media advokasi digital. MigrantCAst menghadirkan narasi seputar kerja layak, migrasi aman, dan upaya pencegahan perdagangan orang dalam format yang mudah diakses dan menarik bagi generasi muda.
Isu perdagangan orang juga disuarakan melalui pendekatan visual dan budaya. Pameran fotografi “Au Loim Fain” karya Romi Perbawa menyampaikan kisah nyata para penyintas melalui potret yang menggugah empati. Pameran ini menunjukkan bahwa eksploitasi tidak hanya mengancam perempuan di wilayah pedesaan, tetapi juga generasi muda di kota-kota besar, tanpa memandang latar belakang sosial.
Lokakarya poster yang difasilitasi oleh Perempuan Mahardhika Bogor mengajak peserta untuk menerjemahkan pesan kampanye ke dalam karya visual. Melalui pendekatan seni, peserta diajak menyampaikan gagasan tentang kesetaraan dan perlindungan kerja secara kreatif.
Bazar produk ekonomi perempuan purna pekerja migran turut meramaikan rangkaian acara. Produk-produk hasil usaha ini menjadi simbol dari kemandirian, kreativitas, dan keberdayaan ekonomi perempuan setelah kembali dari migrasi kerja.
Rangkaian kegiatan ditutup dengan malam solidaritas di Taman Ismail Marzuki, yang menghadirkan penampilan musik dari Hardingga, Fufu Clan, The Brandals, dan Efek Rumah Kaca, serta pembacaan puisi oleh Anzar Mustikowati dan Laura Muljad. Melalui seni, nilai-nilai keadilan sosial dan kemanusiaan disampaikan secara puitis dan reflektif.
Melalui kegiatan ini, Migrant CARE menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan lintas generasi dalam membangun sistem migrasi yang lebih aman, inklusif, dan berkeadilan. Acara ini menjadi ruang refleksi, dialog, dan solidaritas untuk memperkuat komitmen bahwa setiap orang berhak bekerja dan bermigrasi dengan aman, setara, dan tanpa rasa takut terhadap eksploitasi.