CIREBON, 4 September 2025 — Temu Inklusi 2025 resmi ditutup di Cirebon dengan pesan kuat dari Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, yang menyerukan agar pemerintah daerah lebih serius dalam mengarusutamakan inklusi disabilitas. Dalam pidato penutupan, ia menegaskan bahwa penyandang difabel bukanlah objek pasif dari kebijakan, melainkan subjek aktif yang mampu dan wajib berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih inklusif.
“Saya mengapresiasi format acara ini yang lebih substantif ketimbang seremonial. Temu Inklusi menempatkan orang-orang difabel di pusat, bukan sebagai objek amal, tetapi sebagai mitra setara dalam pembangunan,” ujar Bima Arya.
Ia menyoroti lima tantangan utama dalam tata kelola inklusif: belum adanya data disabilitas yang terintegrasi, minimnya pengarusutamaan dalam dokumen perencanaan daerah, infrastruktur aksesibilitas yang belum memadai, pekerjaan yang masih bersifat simbolik, dan kurangnya partisipasi bermakna dalam perumusan kebijakan.
Temu Inklusi 2025 Ruang Pertemuan, Pertukaran, dan Transformasi
Temu Inklusi merupakan forum nasional dua tahunan yang mempertemukan organisasi penyandang disabilitas (OPD), pemerintah daerah, dan komunitas untuk bertukar praktik baik terkait inklusi disabilitas. Tahun ini, acara digelar pada 2–4 September 2025 di Desa Durajaya, Kabupaten Cirebon, dengan total 590 peserta dari 24 provinsi.
Semua peserta tinggal bersama keluarga angkat di desa dalam format live-in, menciptakan ruang interaksi sehari-hari, pembelajaran bersama, dan pengenalan terhadap kapasitas nyata penyandang disabilitas.
“Dengan hidup berdampingan, warga desa bisa melihat langsung bagaimana teman-teman disabilitas menjalani aktivitas harian mereka—mandiri dan tangguh,” jelas M. Joni Yulianto, Direktur SIGAB dan koordinator utama acara.
Bagi peserta seperti Khusnul Khatimah, perwakilan Tuli dari Makassar, pengalaman ini membawa dampak besar.
“Di sini saya bertemu banyak teman Tuli, belajar dari komunitas lain, dan mengalami inklusi secara langsung. Ini penting, bukan hanya bagi kami, tapi juga untuk disaksikan sendiri oleh para pejabat pemerintah,” ungkapnya.
Temu Inklusi 2025 Dorong Komitmen Pemerintah Nasional
Temu Inklusi dibuka secara resmi oleh Bupati Cirebon Imron Rosyadi dan perwakilan dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Bupati Imron menyoroti langkah daerah menuju inklusi, seperti musrenbang tematik dan Rencana Aksi Disabilitas yang melibatkan lebih dari 4.300 warga difabel.
Wakil Menteri Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menekankan urgensi solusi struktural atas berbagai kesenjangan: 13 persen warga difabel sedang hingga berat belum menuntaskan pendidikan dasar; hanya 23,9 persen yang bekerja; dan 77 persen masih menganggur.
“Pembangunan inklusif tak boleh hanya jadi dokumen. Ia harus dihayati dan diterapkan lintas sektor,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri PPN/Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard, dalam sambutan video, menegaskan kembali bahwa inklusi disabilitas merupakan pilar utama dalam RPJMN 2025–2029 dan Visi Indonesia 2045. Ia juga menyoroti peluncuran Disability-Inclusive Local Government Award sebagai instrumen akuntabilitas.
HasilUtama Temu Inklusi 2025: 13 Rekomendasi Sektoral
Puncak acara menghasilkan 13 rekomendasi sektoral, dirumuskan melalui 12 diskusi tematik, 2 seminar nasional, dan 5 lokakarya. Rekomendasi ini diserahkan langsung kepada perwakilan pemerintah.
“Ini bukan sekadar pernyataan simbolik,” ujar Joni Yulianto. “Ini adalah agenda pembangunan bersama yang akan terus kita kawal hingga pertemuan berikutnya dua tahun lagi.”
Rekomendasi mencakup pengembangan sistem data disabilitas nasional yang terintegrasi, inklusi di semua jenjang pendidikan, hingga perlindungan sosial berbasis hak. Proses penyusunannya melibatkan partisipasi aktif komunitas dan para ahli kebijakan.
Dengan tema “Komitmen, Sinergi, Aksi, dan Inovasi dalam Keberagaman Menuju Indonesia Emas 2045”, Temu Inklusi ke-6 menegaskan bahwa inklusi disabilitas bukan isu pinggiran—melainkan inti dari ketahanan, keadilan, dan kesejahteraan nasional.
Model Desa Inklusif yang kini telah diterapkan di lebih dari 150 desa di lima provinsi menjadi warisan kuat dari gerakan ini.
“Jangan tunggu inklusi datang dari atas,” tutup Bima Arya. “Rancanglah bersama sejak awal.”
No. | Sektor | Ringkasan Rekomendasi |
---|---|---|
1 | Data Disabilitas | Mengembangkan sistem data disabilitas nasional yang terintegrasi, berbasis NIK, akurat, diperbarui secara berkala, dan melindungi privasi. |
2 | Pendidikan Dasar & Menengah Inklusif | Menyelaraskan regulasi, memperkuat Unit Layanan Disabilitas (ULD), meningkatkan pertukaran data lintas sektor, dan memperluas akses bersama OPD. |
3 | Pendidikan Tinggi Inklusif | Memastikan jalur akses yang inklusif, akomodasi yang layak, dan indikator inklusi wajib dalam akreditasi serta kebijakan kampus. |
4 | Ketenagakerjaan Inklusif | Mengaktifkan ULD inklusif, menegakkan regulasi rekrutmen, dan mendorong kesetaraan tempat kerja melalui kolaborasi dengan masyarakat sipil dan sektor swasta. |
5 | Perlindungan Sosial Inklusif | Mengubah skema perlindungan sosial menjadi berbasis hak, adaptif, dan berbasis data dengan keterlibatan OPD dalam penjangkauan dan pemantauan. |
6 | Rehabilitasi Disabilitas Psikososial | Mengalihkan dari model institusional ke perawatan berbasis komunitas dengan koordinasi lintas kementerian dan standar layanan berbasis hak. |
7 | Identitas Hukum | Menjamin layanan administrasi kependudukan yang aksesibel dan inklusif, khususnya di wilayah terpencil, dengan dukungan OPD. |
8 | Layanan Kesehatan Inklusif | Memperluas akses deteksi dini, rehabilitasi, cakupan JKN yang inklusif, serta pelatihan dan sistem kesehatan yang peka disabilitas. |
9 | Bantuan Hukum & Akses Keadilan | Mereformasi hukum dan prosedur agar inklusif disabilitas, memperluas layanan hukum aksesibel, dan melatih aparat hukum dengan dukungan OPD. |
10 | Hak Politik | Mengintegrasikan perspektif disabilitas dalam undang-undang pemilu, memastikan aksesibilitas TPS dan kampanye, serta mendorong representasi politik. |
11 | Pembangunan Desa & Daerah Inklusif | Menskalakan model desa inklusif, menyelaraskan kebijakan anggaran, dan memastikan aksesibilitas dengan partisipasi kuat masyarakat dan OPD. |
12 | Penguatan OPD & Masyarakat Sipil | Mendukung OPD dengan sumber daya hukum dan keuangan, pelatihan kepemimpinan, dan peran sebagai mitra pembangunan lintas sektor. |
13 | Efisiensi Anggaran | Memastikan efisiensi anggaran tidak mengorbankan layanan esensial bagi kelompok rentan; menerapkan kerangka penganggaran inklusif berbasis hak. |