Beragam tantangan dihadapi oleh perempuan yang tinggal di wilayah terpencil. Tantangan-tantangan ini meliputi terbatasnya akses ke layanan dasar seperti fasilitas kesehatan yang memadai, sarana pendidikan dan informasi, serta ketiadaan pusat pengaduan layanan kekerasan. Ini adalah keseharian yang dihadapi perempuan di Desa Tompobulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Sebuah desa terpencil di dataran tinggi jauh dari pusat kota.
Melihat tantangan ini, KAPAL Perempuan, salah satu mitra implementasi Program INKLUSI, mendirikan Sekolah Perempuan di Desa Tompobulu. Sekolah Perempuan Tompobulu adalah inisiatif KAPAL Perempuan yang bertujuan untuk memastikan perempuan dan kelompok marjinal lainnya dapat mengakses layanan dasar.
Sekolah Perempuan memainkan peran penting dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh perempuan di wilayah terpencil. Inisiatif ini menjadi model pemberdayaan perempuan di kalangan akar rumput. Melalui sekolah informal ini, perempuan mengembangkan kapasitas kepemimpinan mereka melalui peningkatan kesadaran dan pemikiran kritis, kepedulian, solidaritas, kecakapan hidup, dan komitmen untuk menjadi pelaku perubahan sosial demi terbebas dari kemiskinan dan segala bentuk kekerasan.
Setiap bulannya, para perempuan di Desa Tompobulu berkumpul secara bergantian di rumah warga anggota Sekolah Perempuan. Mereka mempelajari topik-topik seputar kesetaraan gender, kepemimpinan perempuan, cara mengakses layanan dasar pemerintah, serta belajar keterampilan hidup yang bermanfaat. Dalam pertemuan ini, mereka dibimbing oleh fasilitator dari Yayasan Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat (YKPM), yang merupakan salah satu mitra lokal jaringan KAPAL Perempuan dalam Program INKLUSI.
Sekolah Perempuan Tompobulu, memperjuangkan kesetaraan gender di lingkungan keluarga dan komunitas mereka. Mereka juga berupaya mendorong perubahan di tingkat kebijakan pemerintah dari tingkat desa hingga kabupaten. Perempuan didorong untuk menjadi pemimpin perubahan sosial di lingkungan mereka, sehingga suara dan ide perempuan dapat berpengaruh dalam pengambilan keputusan para pemangku kepetingan.
Selain itu, Sekolah Perempuan juga membentuk Pos Pengaduan yang berfungsi sebagai wadah untuk membantu masyarakat desa mengakses layanan dasar, terutama administrasi kependudukan dan pengaduan kasus kekerasan. Kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Pos Pengaduan Sekolah Perempuan dirujuk ke pusat layanan yang berada di tingkat Kabupaten atau Kota untuk ditindaklanjuti.
Evi, Ketua Sekolah Perempuan Tompobulu, menyatakan bahwa Sekolah Perempuan bukan hanya tempat belajar, tetapi juga membantu perempuan-perempuan di desa untuk menyuarakan hak-hak mereka dan berinteraksi dengan pemerintah setempat. “Awalnya saya tidak percaya diri menjadi ketua, tapi berkat dorongan teman-teman, sayamau menjadi ketua kelompok supaya bisa membantu masyarakat yang mengalami kesulitan dan mengatasi tindak kekerasan dan perkawinan anak,” cerita Evi.
Aisyah, salah satu anggota Sekolah Perempuan, juga berbagi pengalamannya setelah belajar di Sekolah Perempuan. Setelah mengikuti beberapa sesi tentang kesetaraan gender dan pembagian peran di keluarga, ia dan suaminya mulai membicarakan pembagian peran di rumah, yang sebelumnya sulit dilakukan karena pandangan bahwa perempuan yang harus menanggung beban domestik rumah tangga.
“Saya mulai berani berdiskusi dengan suami untuk berbagi peran di rumah. Saya bilang pekerjaan akan menjadi lebih ringan jika dilakukan bersama. Sedikit demi sedikit, suami mulai berubah. Sekarang kami mulai saling membantu di rumah,” ujar Aisyah.
Aisyah juga percaya diri ketika terlibat dalam pertemuan pembangunan desa untuk menyampaikan aspirasinya. “Saya juga jadi lebih berani untuk berdiskusi dengan pemerintah. Awalnya, saya merasa takut, tetapi sekarang sudah berani menyampaikan hak-hak kami di sini,” lanjut Aisyah.
Pengalaman Evi dan Aisyah adalah bukti nyata bahwa pendidikan dan pemberdayaan perempuan dapat membawa perubahan yang signifikan bagi perempuan dan linkungannya. Dengan kesadaran, pengetahuan, dan dukungan yang diberikan oleh Sekolah Perempuan, perempuan-perempuan ini telah mengubah diri mereka sendiri dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan.