KEMITRAAN, bersama Direktorat Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas RI, menyelenggarakan Kick-off Penyusunan Peta Jalan Pemenuhan Hak, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) pada 24 Juni 2025 di Jakarta. Kegiatan ini menjadi langkah awal dalam merumuskan arah kebijakan yang inklusif dan partisipatif guna menjamin pemenuhan hak-hak konstitusional MHA di Indonesia.
Penyusunan Peta Jalan ini bertujuan memperkuat sinergi lintas sektor dalam memastikan pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan MHA, serta mendorong percepatan pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat. Dokumen ini juga dirancang sebagai kerangka strategis untuk mendukung pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, khususnya dalam agenda Beragama Maslahat dan Berkebudayaan Maju.
Kegiatan ini dihadiri berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan kementerian/lembaga, akademisi, organisasi masyarakat sipil (OMS), serta komunitas masyarakat adat dari berbagai daerah, khususnya dari wilayah dampingan KEMITRAAN dan mitra lokalnya melalui Program ESTUNGKARA yang didukung oleh Program Kemitraan Australia–Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI).
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan, sesi diskusi menghadirkan narasumber dari Bappenas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Indonesia, serta perwakilan masyarakat adat muda dari Forum KAWAL Kasepuhan. Para narasumber membahas berbagai tantangan dan peluang dalam pemenuhan hak-hak MHA.
Amich Alhumami, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, menyampaikan dukungan penuh terhadap penyusunan peta jalan ini sebagai tonggak penting dalam membangun kebijakan yang berpihak pada MHA dan menjamin keberlanjutan perlindungannya.
“Ikhtiar pemenuhan hak, perlindungan, dan pemberdayaan MHA membutuhkan sinergi dan kolaborasi antarpihak, terutama untuk memastikan mereka terfasilitasi dengan baik dan hak-hak konstitusionalnya terjamin. Salah satu langkah penting yang diperlukan adalah mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat,” ujar Amich.
Kementerian PPN/Bappenas, menekankan bahwa peta jalan ini akan menjadi panduan koordinasi lintas sektor yang komprehensif.
“Peta Jalan MHA sangat diperlukan, tidak hanya untuk menyinkronkan kebijakan pusat dan daerah, tetapi juga sebagai alat pemantauan dan evaluasi program,” jelasnya.
Sementara itu, Nurina Widagdo, Direktur Eksekutif KEMITRAAN, menyambut baik dan mendukung penuh upaya pemerintah dalam memastikan pemenuhan hak-hak masyarakat adat dalam pembangunan.
“Melalui Program ESTUNGKARA, kami telah menyaksikan bahwa MHA memiliki kapasitas besar untuk membangun komunitasnya secara mandiri, selama difasilitasi secara adil dan setara. Oleh karena itu, penyusunan peta jalan ini harus berpijak pada suara akar rumput dan menempatkan perempuan adat, generasi muda, serta penyandang disabilitas sebagai subjek pembangunan,” tegas Nurina.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas kementerian/lembaga dan OMS sebagai langkah awal menuju kebijakan yang lebih adil dan inklusif.
Penyusunan Peta Jalan MHA ini juga merupakan bagian dari implementasi kebijakan dalam RPJPN 2025–2045, khususnya pada indikator strategis terkait pemenuhan hak berkebudayaan, kebebasan berekspresi, serta pemberdayaan MHA, termasuk mereka yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
INKLUSI bersama para Mitra, akan terus mendukung penyusunan Peta Jalan MHA sebagai wujud komitmen untuk mendorong pembangunan yang lebih adil dan setara bagi seluruh kelompok masyarakat, agar tidak ada seorang pun yang tertinggal.