Dalam upaya menghapuskan perkawinan anak di Indonesia, pemerintah Indonesia bersama dengan Mitra Pembangunan dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) lainnya, meluncurkan ‘Panduan Praktis Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak di Daerah’ di Jakarta pada 30 April 2024.
Panduan ini merupakan hasil kerja sama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (KemenkoPMK), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas). Pengembangan panduan ini didukung oleh Program Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI), Program Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2), dan UNICEF.
Dalam sambutan pembukaan pada kegiatan ini, Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, menjelaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan partisipasi aktif dari berbagai pihak untuk menghapuskan perkawinan anak di Indonesia.
“Angka perkawinan anak terus menurun dalam 3 tahun terakhir. Pada tahun 2021 angka perkawinan anak menurun dari 10,35% menjadi 9,23%. Kemudian menjadi 8,06% di tahun 2022, dan menjadi 6,92% pada tahun 2023, melampaui dari target yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu 8,74% di tahun 2024. Namun, upaya menghapus perkawinan anak harus terus dilanjutkan. Untuk itu, pemerintah bersama mitra pembangunan telah menyusun Panduan Praktis Pelaksanaan Stranas PPA di Daerah,” tutur Bintang Puspayoga.
Dalam sambutan pembukaan pada peluncuran ‘Panduan Praktis Pelaksanaan Stranas PPA di Daerah’ ini, Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan partisipasi aktif dari berbagai pihak untuk menghapuskan perkawinan anak di Indonesia.
Proses penyusunan panduan ini melibatkan berbagai pihak dan melalui berbagai tahapan. Mitra INKLUSI, bersama dengan AIPJ2 dan UNICEF, memainkan peran penting – mulai dari memberikan masukan substansial dan dukungan teknis, sampai aktif terlibat dalam pelatihan fasilitator dan uji coba panduan ini. Kolaborasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa panduan ini dapat diimplementasikan dengan efektif dalam upaya pencegahan perkawinan anak, terutama dalam kerja sama dengan pemerintah daerah.
Sanchi Davis, First Secretary for Development Cooperation dari Kedutaan Australia di Jakarta, menyatakan dukungan Australia terhadap upaya pencegahan perkawinan anak di Indonesia. Ia menekankan peran strategis Panduan Praktis Implementasi Stranas Pencegahan Perkawinan Anak di Daerah ini dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan penghapusan praktik-praktik yang merugikan, termasuk perkawinan anak.
Dalam acara Gelar Wicara pada peluncuran panduan tersebut, Ridho Putra dari Forum Anak Nasional (FAN), menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak, termasuk anak-anak, dalam upaya menghapuskan perkawinan anak dan mengatasi stigma terhadap ketabuan akan kesehatan reproduksi.
“Mencegah perkawinan anak membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat, termasuk anak-anak itu sendiri. Perkawinan anak terjadi oleh banyak faktor, termasuk ketidaktahuan mengenai kesehatan reproduksi. Untuk itu, kita tidak boleh tabu untuk membicarakan kesehatan reproduksi untuk mencegah perkawinan anak.”,ujar Ridho Putra.
Kolaborasi yang sinergis lintas sektor ini bertujuan untuk menciptakan upaya yang holistik mengedepankan perlindungan anak, demi mewujudkan masa depan yang inklusif dan bebas dari kekerasan bagi anak-anak Indonesia, sejalan dengan visi Pemerintah Indonesia yaitu ‘Indonesia Layak Anak 2030’ dan ‘Indonesia Emas 2045’.