Dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia 2023, salah satu mitra INKLUSI, KEMITRAAN menggelar kegiatan “Perempuan Adat dan Hak Kelola Tanah”, pada 8 Desember 2023, bertempat di Auditorium Perpusnas, Jakarta. Kegiatan ini diselenggarakan oleh KEMITRAAN dengan bekerja sama dengan Komnas HAM.
Dengan mengangkat tema “Harmoni dalam Keberagaman – #BedaUntukBersatu”, diskusi ini bertujuan untuk menyoroti hak dan perlindungan masyarakat adat dari beragam perspektif, termasuk kepempimpinan perempuan adat, partisipasi dalam pengambilan keputusan, hak perempuan adat dalam media, serta hak-hak layanan dasar lainnya.
Kegiatan ini dibuka dengan apik dengan penampilan musik TehYan dari komunitas Lentera Benteng Jaya, yang terdiri dari perempuan dari etnis Cina Benteng. Narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk mitra INKLUSI, berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka dalam upaya pemenuhan hak masyarakat adat.
Salah satunya yang telah dilakukan oleh KAPAL Perempuan, dalam melakukan pendidikan kepemimpinan perempuan bagi kelompok perempuan marginal di wilayah terpencil melalui Sekolah Perempuan. Melalui tinjauan tentang bagaimana faktor-faktor irisan ketimpangan berbasis identitas seperti gender dan kemiskinan mempengaruhi pengalaman perempuan, KAPAL Perempuan menyoroti perlunya pendidikan untuk mengubah sudut pandang kelompok rentan, agar mereka benar-benar memiliki hak yang setara dalam masyarakat adat.
“Kita harus melakukan edukasi melalui pendidikan, untuk mengubah perspektif dari kelompok yang paling dibatasi, sehingga mereka benar-benar memiliki hak yang setara dalam anggota masyarakat adat,” ujar Budhis Utami, Direktur Eksekutif KAPAL Perempuan. Lebih lanjut, Budhis mengungkapkan peran KAPAL Perempuan dalam menyelengarakan Sekolah Perempuan yang bertujuan memberdayakan perempuan miskin perdesaan, termasuk mereka dari kelompok adat.
Dalam konteks ini, Budhis menambahkan bahwa pengetahuan menjadi sangat penting bagi perempuan adat untuk mendapatkan posisi yang signifikan dalam masyarakat adat karena seringkali mereka diabaikan di dalam komunitas mereka sendiri.
“Pengetahuan dan pendidikan berfungsi sebagai modal bagi perempuan untuk menempati peran penting dalam masyarakat. Memegang posisi strategis memiliki potensi untuk membentuk ulang persepsi tentang perempuan, menunjukkan bahwa mereka memang merupakan sumber pengetahuan,” tambah Budhis Utami.
Selain itu, pengalaman lainnya dari Yarmi Ijo, seorang perempuan adat To Kuwali yang menjadi Kepala Desa Lonca, menyampaikan dedikasinya untuk melibatkan perempuan dalam pembahasan kebijakan publik. Pengalamannya dapat membuktikan bahwa perempuan adat dapat memimpin dan memajukan desa, apabila diberikan ruang partisipasi yang inklusif.
“Perempuan sangat penting dalam pembangunan desa. Pendidikan perempuan menjadi hal penting untuk memajukan perempuan dalam pembangunan desa. Saya berharap adanya pemahaman bahwa ketika perempuan adat diberikan ruang untuk memimpin, desa tersebut dapat berkembang”, ungkap Yarmi Ijo.
Selanjutnya dari perspektif hak atas informasi dan keterlibatan dalam ruang media, Ronna Nirmala dari Project Multatuli sebuah media independen yang berfokus pada perjuangan dan hak-hak kelompok marginal dan terpinggirkan, menyampaikan tentang perlu adanya dukungan media dalam meningkatkan partisipasi perempuan adat dalam menyampaikan informasi di ruang publik.
Sejalan dengan hal itu, Gatot Ristanto dari Komnas HAM, menyoroti tentang perlunya perlindungan hukum yang efektif, khususnya dalam menghapuskan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap masyarakat adat.
“Komnas HAM akan terus berkomitmen dalam melakukan perlindungan HAM bagi masyarakat adat dan perempuan adat. Untuk melakukan hal ini, pentingnya koordinasi dan kerja sama antar lembaga untuk menyelaraskan implementasi kebijakan yang telah dilakukan”, ungkap Gatot Ristanto mewakili Komnas HAM.
Sejalan dengan semangat perubahan yang inklusif, perlu adanya upaya bersama dalam menekan disparitas dan memastikan bahwa setiap suara, terutama dari perempuan adat, didengar dan dihormati dalam semua aspek kehidupan.
KEMITRAAN melalui Program INKLUSI terus berkomitmen mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dengan salah satunya dengan memfasilitasi peningkatan kapasitas kelompok perempuan adat melalui program Estungkara.
Melalui diskusi ini, diharapkan dapat mendorong perbaikan kebijakan dan langkah-langkah konkret untuk menghormati hak-hak masyarakat adat, terutama perempuan adat untuk mewujudkan lingkungan yang adil dan inklusif dengan menghormati perbedaan yang ada.