Sebagai bagian dari kegiatan Post-course Workshop Australia Awards Indonesia (AAI) untuk Studi Singkat “Memperkuat Implementasi Pengarusutamaan Gender – Kebijakan dan Praktik,” peserta lokakarya melakukan kunjungan ke wilayah kerja Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat (Lakpesdam PWNU NTB), mitra INKLUI di Desa Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, di akhir Januari 2025. Kunjungan ini bertujuan untuk mempelajari praktik baik dalam mengintegrasikan perspektif gender dalam kebijakan pembangunan berbasis komunitas adat.
Peserta studi singkat terdiri atas perwakilan kementerian, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan mitra pembangunan. Para peserta belajar dari pengalaman Kabupaten Lombok Utara dalam mengimplementasikan pendekatan berbasis adat untuk mencegah perkawinan anak serta meningkatkan perlindungan bagi perempuan dan anak.
Sebagai organisasi yang berkomitmen pada penguatan hak-hak kelompok marginal, Lakpesdam PWNU NTB melalui Program INKLUSI telah berperan dalam memperkuat kebijakan inklusif di tingkat desa. Muhammad Hasan Basri, Sekretaris Desa Bayan, menegaskan bahwa Desa Bayan telah berkembang menjadi model desa inklusif, di mana seluruh kelompok masyarakat terlibat dalam perencanaan hingga evaluasi pembangunan desa. Ia juga menyoroti kontribusi Lakpesdam PWNU NTB dalam memperluas keterlibatan desa dalam berbagai forum kebijakan di tingkat provinsi hingga nasional.
“Desa Bayan kini menjadi desa mandiri yang berkomitmen melibatkan semua kelompok, termasuk lansia, anak, dan penyandang disabilitas dalam proses perencanaan hingga evaluasi, melalui kontribusi Lakpesdam kepada Pemerintah Desa,” ujar Hasan Basri.
Kariadi, seorang tokoh adat Bayan, menambahkan bahwa kolaborasi antara pemerintah adat dan desa menjadi kunci keberhasilan penerapan kebijakan inklusif, termasuk pencegahan perkawinan anak. Pendekatan ini menunjukkan bahwa integrasi perspektif adat dalam kebijakan pembangunan dapat menjadi kekuatan strategis dalam mewujudkan ekosistem sosial yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Sejalan dengan hal ini, Firman Setyawan, perwakilan dari AAI, mengapresiasi pendekatan yang diterapkan di Bayan dan menegaskan bahwa praktik baik dari wilayah ini dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain.
“Kami berharap kunjungan ini menjadi momen pertukaran informasi, pengetahuan, dan pengalaman. Pendekatan adat yang diterapkan di sini menunjukkan bagaimana kebijakan inklusif dapat didukung komunitas adat,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Jayadi, Koordinator Program INKLUSI Lakpesdam PWNU NTB, menjelaskan bahwa partisipasi aktif masyarakat adat dalam program INKLUSI telah menghasilkan dampak nyata, termasuk adopsi kebijakan lokal seperti surat edaran larangan perkawinan anak di beberapa desa sekitar Bayan.
“Masyarakat adat di sini tidak hanya mendukung, tetapi juga menjadi motor penggerak kebijakan larangan perkawinan anak. Komitmen ini menjadi modal kuat untuk memperluas diskursus hingga ke tingkat akar rumput,” ungkap Jayadi.
Ia juga menyoroti upaya Lakpesdam PWNU NTB dalam memanfaatkan seni rudat di Desa Pemenang Barat sebagai media penyampaian pesan kampanye pencegahan perkawinan anak, guna meningkatkan kesadaran masyarakat melalui pendekatan seni dan budaya.
Praktik baik yang telah berhasil diimplementasikan di Desa Bayan ini dapat menjadi rujukan bagi daerah lain yang ingin mengembangkan strategi perlindungan hak perempuan dan anak berbasis kearifan lokal. Kunjungan ini menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor dan pendekatan berbasis kearifan lokal dapat menjadi kunci dalam menciptakan kebijakan inklusif yang berdampak luas.
Program INKLUSI berkomitmen untuk terus mendorong sinergi antara pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, memastikan bahwa setiap kebijakan dapat berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang inklusif, agar tidak ada seorang pun yang tertinggal.