Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI) bersama Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan Side Event bertajuk Inclusive Economy to Enhance Welfare and Sustainability of The Most Marginalised Communities in Indonesia: Concept, Reality, Opportunities and Challenges pada Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak (High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnership/HLF MSP) 2024 di Bali, 3 September 2024.
Diskusi ini mengeksplorasi konsep ekonomi inklusif untuk meningkatkan kesejahteraan dan keberlanjutan komunitas marginal, terutama penyandang disabilitas dan masyarakat adat, dengan menghadirkan ahli dari Kementrian PPN/Bappenas, Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel Indonesia (SIGAB), KEMITRAAN, dan Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan. Para narasumber membahas tantangan, peluang, serta praktik baik dalam mengoptimalkan inklusi ekonomi bagi kelompok marginal.
Kebijakan dan Aksi Nyata untuk Inklusi Ekonomi
Amich Alhumami, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas, dalam pidato pembukaanya, menyoroti tentang beragam kebijakan di Indonesia yang telah berupaya menguatkan masyarakat yang inklusif, sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Kebijakan-kebijakan yang telah diimplementasikan oleh pemerintah Indonesia mencerminkan komitmen kuat untuk mewujudkan pembangunan manusia dan kebudayaan yang inklusif. Dengan program-program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan pemberdayaan UMKM, kami memastikan bahwa setiap individu, termasuk kelompok marginal, memiliki kesempatan yang setara untuk berkembang dan berpartisipasi dalam pembangunan. Implementasi yang efektif dan penyesuaian berkelanjutan dari kebijakan-kebijakan ini sangat penting agar manfaatnya dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.” Amich Alhumami, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas.
Perwakilan dari Mitra INKLUSI, yaitu SIGAB dan KEMITRAAN juga membagikan pengalaman lapangan dari implementasi beragam kebijakan pemerintah untuk memberdayakan kelompok marginal.
Joni Yulianto, Direktur Eksekutif SIGAB, menyoroti tantangan penyandang disabilitas kesulitan mengakses lapangan pekerjaan formal karena stigma sosial. Salah satu solusi yang diupayakan SIGAB adalah berkolaborasi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk membentuk dan mengoptimalkan Unit Layanan Disabilitas (ULD) yang berperan menghubungkan penyandang disabilitas dengan pemberi kerja, pelatihan, dan peluang kerja.
SIGAB dan Forum Komunikasi Disabilitas Cirebon (FKDC) telah berhasil berkolaborasi dengan ULD Kabupaten Cirebon melalui Program Strengthening Social Inclusion for Diffability Equity and Rights (SOLIDER-INKLUSI) untuk memperluas akses pelatihan dan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. Nurul Febiyantie, Staff Fungsional Dinas Tenaga Kerja ULD Kab. Cirebon, menambahkan bahwa ULD Kab. Cirebon juga telah mengadakan pelatihan vokasional, menghubungkan penyandang disabilitas terlatih ke lapangan pekerjaan yang sesuai, serta memperbaiki sistem pendataan agar manfaat program ini dengan tujuan menciptakan kesempatan kerja yang inklusif di wilayah tersebut.
Yasir Sani, Program Manager Kemitraan, menyoroti tantangan yang dihadapi masyarakat adat dalam mencapai ekonomi inklusif, seperti stigma sosial, keterbatasan akses ke layanan dasar, diskriminasi berbasis tradisi kepercayaan, serta wilayah mereka yang terpencil.
Untuk mengatasi tantangan ini, Kemitraan melalui Program INKLUSI, melakukan pemberdayaan ekonomi dengan membentuk unit usaha berbasis komunitas yang memanfaatkan sumber daya lokal yang berkelanjutan. Mereka juga memperkuat kapasitas kewirausahaan masyarakat adat untuk memastikan kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.
Salah satu capaian signifikan adalah di Suku Anak Dalam Jambi, di mana Kemitraan bersama Pundi Sumatra memberikan pelatihan keterampilan produksi ikan asap dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Keterlibatan aktif perempuan dalam kegiatan ini juga terbukti meningkatkan kesejahteraan komunitas adat secara keseluruhan.
Pentingnya Kolaborasi Multipihak
Sebagai penutup, Amalia Adininggar Widyasanti, Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, menekankan bahwa kolaborasi multipihak antara pemerintah, masyarakat sipil, organisasi penyandang disabilitas, serta institusi pendidikan merupakan fondasi utama untuk mempercepat tercapainya ekonomi inklusif di Indonesia.
“Kita perlu melakukan harmonisasi yang meliputi proses perencanaan, penganggaran, implementasi, dan evaluasi, untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang inklusif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat marginal,” ujarnya.
Forum HLF MSP 2024 menjadi wadah penting untuk memperkuat kolaborasi dan mempercepat aksi kolektif dengan pendekatan multipihak. Dengan mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, dari pemerintah hingga sektor swasta, diharapkan diskusi ini akan menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan transformatif, memastikan bahwa tidak ada satu pun kelompok yang tertinggal dalam proses pembangunan.