Memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HaKTP) , salah satu mitra riset INKLUSI, Cakra Wikara Indonesia (CWI) melaksanakan diskusi publik bertajuk “Refleksi Akhir Tahun: Apa Kabar Implementasi UU TPKS”, pada tanggal 6 Desember 2023, bertempat di Auditorium Mochtar Riady, Universitas Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan bekerja sama dengan KPPKS FISIP UI, JMS Kawal UU TPKS, dan didukung oleh Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyrakat Inklusif (INKLUSI).
Melalui Program INKLUSI, CWI sedang melakukan penelitian terkait “Penilaian Kebutuhan terkait Implementasi Tindak Pidana Kekerasan Seksual antara Asosiasi Penegak Hukum (APH) dan Unit Layanan Teknis Regional untuk Perlindungan Perempuan dan Anak-anak (UPTD PPA)”. Direktur Eksekutif CWI, Anna Margret, dalam sambutannya saat membuka diskusi publik menyatakan, “Kita perlu membangun norma baru, yaitu tidak ada lagi ruang untuk normalisasi terhadap korban kekerasan seksual”.
Sejalan dengan hal ini, kegiatan diskusi publik ini bertujuan untuk membahas perkembangan implementasi UU TPKS, dengan menghadirkan para narasumber dari beragam latar belakang, mulai dari akademisi, aktivis, praktisi, hingga tokoh agama. Diantaranya perwakilan dari mitra-mitra INKLUSI lainnya yang berfokus pada pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, yakni KAPAL Perempuan, PEKKA, dan ‘Aisyiyah.
Para narasumber membahas tentang praktik baik dan tantangan apa saja yang terjadi di lapangan khususnya dalam hal pencegahan, perlindungan korban, penanganan kasus, serta pemulihan korban. Pembahasan ini berkaitan dengan implementasi UU TPKS yang menjadi landasan hukum dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual, setelah disahkan sejak tahun 2022 lalu.
Dalam diskusi ini, Budhis Utami menyoroti tentang upaya-upaya yang telah dilakukan KAPAL Perempuan dalam meningkatkan implementasi UU TPKS melalui diskusi komunitas, kampanye, dan peningkatan kapasitas. “Kami terus menyelenggarakan diskusi komunitas, pelatihan, dan kampanye guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam implementasi UU TPKS”, ungkap Budhis Utami Direktur Eksekutif KAPAL Perempuan.
Hal senada juga disampaikan oleh Dwi Indah Wilujeng dari PEKKA dalam melakukan pendampingan korban untuk mengatasi permasalahan kekerasan seksual. “Dalam mengatasi kerentanan berlapis pada korban, diperlukan pendampingan bagi mereka. Ini merupakan upaya yang tengah kami lakukan guna meredam permasalahan kekerasan seksual yang sudah mengakar”, ungkap Dwi Indah Wilujeng.
Siti Kasiyati dari ‘AISYIYAH menjelaskan upaya yang dilakukan oleh ‘AISYIYAH melalui kerja sama dengan aparatur negara untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan. “Kami berusaha meningkatkan keberpihakan aparatur guna menciptakan situasi bebas dari kekerasan seksual”, ungkap Siti Kasiyati.
Selain pemaparan dari narasumber di atas, diskusi ini juga mendalami upaya peningkatan kesadaran masyarakat terkait perlindungan korban kekerasan dalam konteks yang lebih luas, dan menganalisis mekanisme penanganan kasus secara menyeluruh. Untuk itu, kesadaran seluruh elemen masyarakat sangat penting untuk mencegah kekerasan seksual. Diskusi publik ini diharapkan dapat memberi gambaran holistik dari beragam perspektif multidimensi sebagai masukan perbaikan kebijakan guna mewujudkan masyarakat yang lebih aman, adil, dan bebas kekerasan
Dengan semangat dan komitmen bersama dari berbagai pihak, diharapkan upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual dapat terus ditingkatkan sehingga korban kekerasan seksual bisa mendapatkan keadilan dan pemulihan secara holistik.